Literasi SMA Fullday Al-Muhajirin

Selamat di platform Gerakan Literasi Winaya (GERILYA) SMA Fullday Al-Muhajirin

Resensi Film Tenggelamnya Kapal Van Derwijk



Judul : Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck

Tahun Rilis : 2014

Sutradara : Sunil Soraya

Produksi : Soraya Intercine Films

Pemain : Herjunot Ali, Pevita Pearche, Reza Rahardian

.

Tau kan novel karangan Buya Hamka berjudul "Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck?"

Novel ini pada mulanya masih berupa cerbung (cerita bersambung) pada majalah 'Pedoman Masyarakat' yang beredar di tahun 1938. Lalu karna banyaknya peminat, dibukukan-lah cerbung itu menjadi sebuah novel.

Seorang alim ulama sunni sekaliber Buya Hamka menggunakan Novel untuk mengkritik tradisi yang berkembang di masyarakat pada masa itu. Lewat tulisannya, Buya Hamka ingin memahamkan kepada masyarakat bahwa tradisi kawin paksa yang banyak terjadi di jamannya Siti Nurbaya itu adalah sesuatu yang keliru dan telah banyak memakan korban. Tradisi ini berakar dari paradigma masyarakat yang begitu menomor-satukan harta dan kesukuan diatas makna kebahagiaan itu sendiri.

Hingga saat film tuntas ditayangkan, tiba-tiba saya teringat masih menyimpan bukunya dan akhirnya saya pun memutuskan untuk begadang menyelesaikan bacaan sampai lembaran terakhir. Jika biasanya banyak orang kecewa saat menyaksikan versi film ternyata tak sesuai dengan versi buku, maka hal tersebut tak terjadi pada film yang berjudul sama dengan bukunya ini.

Hampir seluruh adegan dan dialog disajikan seolah kita sedang membaca buku dalam versi kejadian nyata, termasuk dialek dan emosi yang dialami oleh tokoh cerita. Makanya tak heran jika film yang dirilis pertama kali pada tanggal 19 Desember 2013 dan kembali diputar ulang hampir setahun kemudian dalam versi extended ini, berhasil mendatangkan penonton sebanyak 1.724.110 orang selama masa penanyangannya di tahun 2013. Bahkan sempat menjadi salah satu nominator penata visual effect di ajang Festival Film Indonesia 2014 dan nominator Movie of The Year Indonesia Choice Award 2015.

Film Tenggelamnya Kapal Van der Wijck yang berlatar tahun 1930 ini, menceritakan kisah sepasang kekasih yang saling mencintai, namun terhalang perbedaan latar belakang sosial. Adalah Zainuddin (Herjuno Junot), seorang pemuda miskin yang tak bersuku, karena ibunya berdarah Bugis (masyarakatnya penganut patrilineal) dan ayahnya seorang Minang Perantauan, berlayar dari tanah kelahirannya di Makassar menuju kampung halaman ayahnya di Batipuh, Padang Panjang. Namun malang, di sana dia tak diakui karena masyarakat Minang menganut paham matrilineal.

Di Batipuh, Zainuddin jatuh cinta pada Hayati (Pevita Pearce), seorang gadis nan jelita keturunan bangsawan dan menjadi bunga di persukuannya. Cinta berbalas, namun adat istiadat yang kuat merampas kebahagiaan cinta mereka berdua. Sebab patah hati karena kekasihnya dipaksa menikah dengan lelaki kaya dan terpandang, Azis (Reza Rahardian).

Akhirnya Zainuddin pun memutuskan untuk berjuang pergi dari Tanah Minang dan merantau ke Tanah Jawa demi melawan keterpurukan cintanya. Di Batavia Zainuddin bekerja keras membuka lembaran hidup yang baru, hingga akhirnya berhasil menjadi penulis terkenal dengan karya-karya masyhur dan dikenal oleh masyarakat di seluruh penjuru Nusantara.

Sebuah peristiwa tak terduga mempertemukan Zainuddin dengan Hayati yang kini telah menjadi istri orang dan berpenampilan jauh berbeda dengan saat masih di Ranah Minang. Pada akhirnya, kisah cinta Zainuddin dan Hayati menemukan ujian terberatnya. Hayati harus pulang ke kampong halaman dengan menaiki kapal Van der Wijck yang di tengah perjalanan mengalami kecelakaan dan tenggelam di seputar perairan Lamongan. Sebelum kapal tenggelam, barulah Zainuddin tersadar bahwa Hayati sesungguhnya masih sangat mencintai dirinya, namun adat lah yang memisahkan kisah cinta mereka.

Sumber: https://www.gurusiana.id/read/anikzahra/article/resensi-film-tenggelamnya-kapal-van-der-wijck-3684917

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama