Suatu konsekuensi logis bagi bangsa yang multikultural adalah kesediaannya dalam membangun kesepahaman antarkelompok kultural. Bersamaan dengan hal itu, mengintegrasikannya dalam kehidupan bangsa yang modern dan beradab adalah suatu keniscayaan. Oleh karena itu, hadir dan eksisnya sebuah bangsa meniscayakan kebutuhan kesediaan atas seluruh entitas bangsa yang bersifat multikultural untuk hidup berdampingan dalam arah yang visional sebagai bangsa.
Dalam konteks demikian,
ke-Indonesiaan tidaklah semata dibaca dan dipahami sebagai proses politik,
tetapi juga merupakan proses kultural. Sebagai proses kultural, maka
ke-Indonesiaan merupakan suatu konstruksi ruang altikulatif yang memungkinkan
berbagai kelompok kultural dapat mengaktualisasikan dirinya tanpa beban.
Seiring dengan itu, apresiasi kultural dari kelompok kultural yang berbeda
diandaikan hadir di dalamnya. Dalam kondisi demikian, kedewasaan hubungan
antarkelompok kultural dalam sebuah bangsa yang menegara menjadi sesuatu yang
diidealkan.
Sehubungan dengan hal
itu, merefleksikan ke-Indonesiaan sebagai suatu konstruksi bangsa yang
diidealkan memiliki urgensi yang dalam. Ke-Indonesiaan tidaklah semata soal
formal-struktural, sebagaimana diaktualisasikan oleh otoritas berbasis negara.
Lebih jauh dari itu, merupakan soal interaksi dan refleksi secara terus-menerus
bagi entitas kultural di dalamnya. Salah satu instrumen yang dapat dijadikan
sarana untuk merefleksikan ke-Indonesiaan adalah teks sastra multikultural.
Buku yang ditulis Akhmad
Taufiq ini, berusaha mendedah dan merefleksikan berbagai persoalan
ke-Indonesiaan itu, yang difokuskan pada soal konstruksi identitas dan praktik
diskursif negara. Dua soal utama itu hakikatnya adalah menjadi kunci untuk
membongkar seluruh persoalan ke-Indonesiaan sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dengan persoalan kebangsaan yang terefleksikan dalam sastra
multikulturarl di Indonesia.
Dalam konteks tersebut,
secara akademis buku ini memperkaya kajian atau studi sastra saat ini yang
sedang berkembang. Sebagai studi yang relatif baru, studi sastra multikultural
yang dilakukan dalam buku ini dapat dipandang komprehensif, mencakup aspek
historisitas yang bersifat diakronis. Rentang karya sastra yang cukup panjang,
antara tahun 1920-an sampai dengan 2000-an tadi menuntut penuulis memiliki
pemahaman historis; sehingga, dalam analisisnya tidak jarang dilengkapi dengan
informasi-informasi penting tentang sebuah peristiwa sosial, politik, dan
kultural.
Catatan Kaki:
1. Tulisan ini merupakan
pengantar ahli Prof. Setya Yuwana Sudikan, M.A. dalam buku Sastra Multikultural
karya Akhmad Taufiq.
Daftar Pustaka
Taufiq, Akhmad. 2017. Sastra
Multikultural: Konstuksi Identitas dan Praktik Diskursif Negara dalam
Perkembangan Sastra Indonesia. Malang: Intrans Publishing.