Literasi SMA Fullday Al-Muhajirin

Selamat di platform Gerakan Literasi Winaya (GERILYA) SMA Fullday Al-Muhajirin

Peran Penting Literasi Matematis pada Abad Ke-21

Oleh : Naia Widya Pangestu (12 Muslim)


Saat ini persentase literasi di Indonesia tergolong rendah. Faktor utamanya disebabkan oleh Learning Lost yang merupakan salah satu dampak dari pandemi Covid-19. Akibat dari pembelajaran daring yang berjangka waktu sekitar kurang lebih 2,5 tahun, menyebabkan 70% siswa kurang mengerti materi yang mereka pelajari. Karena guru tidak turun langsung untuk mengajar. Melainkan mereka memanfaatkan teknologi sebagai media pembelajarannya. Seperti menggunakan media Zoom, YouTube, Google Classroom dan lain sebagainya. 

Setelah pembelajaran Daring dilakukan, terdapat banyak kendala yang terjadi. Salah satu dampak terbesarnya adalah ketidakpahaman siswa terhadap materi yang disampaikan. Akibat dari ketidakpahaman tersebut, banyak siswa yang bertanya ke platform Google. Tujuannya untuk mencari tahu cara atau sesuatu yang mereka tidak pahami. Namun, seiring berjalannya waktu platform tersebut disalahgunakan oleh sebagian pihak. Yang di mana awalnya hanya bertanya untuk mencari tahu solusi, bahkan saat ini kebanyakan siswa menggunakan platform tersebut untuk mencari jawaban. Mengingat pada saat pembelajaran Daring dilaksanakan, otomatis seluruh media pembelajaran dialihkan ke gawai. Apabila hal tersebut dibiarkan, nantinya akan berdampak buruk bagi generasi selanjutnya.

Kebebasan berteknologi berdampak buruk bagi kehidupan. Apabila kita tidak pandai dalam memilah, kita akan berada dalam bahaya. Kemudahan akses ber-internet menimbulkan kemalasan bagi sebagian orang. Karena mereka menganggap semua itu mudah apabila menelusurinya ke internet. Dan mereka dengan mudah menerima informasi tanpa dipilah karena mereka berfikir bahwa semua yang ada di internet itu dianggap benar. Hal tersebut menyebabkan Indonesia berada pada permasalahan di bidang literasi dan pemikiran kritis. Berdasarkan hasil survey dari Kelas XI MA Darul Ma’wa menyatakan :


Hasil survey penelitian menyatakan, nilai kemampuan Numerasi siswa di kelas XI MA Darul Ma’wa menyatakan bahwa : Sebanyak 61,90% siswa mendapat nilai 50. Hal tersebut membuktikan bahwa lebih dari separuh jumlah siswa memiliki kemampuan literasi yang tergolong rendah. 

Terdapat berbagai latar belakang yang memengaruhi hal tersebut. Salah satunya adalah mind set guru yang lebih berfokus terhadap pelaksanaan assessment learning (sumantif) dibandingkan assessment of learning (formatif). Pada penilaian tersebut hanya dilakukan dalam pembelajarannya bukan penilaian terhadap pembelajaran. Hal tersebut menyebabkan siswa menjadi terpacu terhadap hasil tanpa melewati rangkaian proses pembelajaran, menjadikan siswa merasa lalai dalam proses pembelajaran dan hanya mementingkan nilai hasil yang besar. Padahal tidak semua siswa yang mendapat hasil yang besar  itu melewati rangkaian proses yang benar.

Dengan adanya perspektif tersebut menyebabkan siswa berbondong-bondong menjawab ujian dengan tujuan mendapat nilai tinggi, akan tetapi bukan untuk mengukur sejauh mana kemampuan dirinya terhadap materi yang sudah diajarkan. Aktivitas menelusuri melalui platform Google secara mentah tanpa diolah dan dievaluasi terlebih dahulu menjadi kebiasaan yang sulit dihilangkan sehingga berdampak pada menurunnya kemampuan berpikir kritis siswa. Kemajuan teknologi tidak selamanya berdampak positif bagi kehidupan. Kemudahan terkadang justru membuat kita lalai.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, di lingkungan sekolah perlu dimassifkan mengenai pembelajaran literasi numerasi dengan menggunakan mindset of learning (formatif). Yang dimana siswa dilatih untuk berfikir kritis menyelesaikan soal bernalar aras tinggi dan peran guru dalam memantau prosesnya. Dalam konteks tersebut, peran guru menjadi sangat dibutuhkan untuk merancang dan mengawal proses pembelajaran. Guru dapat merancang pembelajaran berbentuk quiz guna melatih kecepatan untuk berpikir dan menjawab sebagaimana gambar 2.


Literasi numerasi anbk - Sumber daya pengajaran

Gambar 2. Contoh Quiz Literasi Numerasi



Dengan menggunakan model pembelajaran tersebut dapat memacu siswa untuk aktif dalam melaksanakan pembelajaran. Selain melatih menjawab cepat, tentunya siswa akan berfikir untuk aktif dalam proses pembelajaran. Sehingga proses pembelajaran tidak terkesan jenuh untuk diikuti.

Terlebih dalam seleksi masuk perguruan tinggi memiliki konsep dengan bentuk Tes Potensi Skolastik (TPS). Yang di mana subtes tersebut berisi teks yang Panjang dan harus dijawab dengan konsep penalaran aras tinggi, membaca cepat dan pemikiran kritis. Akibatnya seluruh siswa kelas 12 harus berfikir mulai saat ini. Karena soal yang diujiankan tidak diajarkan di sekolah. Dan tentunya harus membiasakan diri untuk berlatih soal Tes Potensi Skolastik(TPS). 

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa rendahnya tingkat literasi dan pemikiran kritis dapat diatasi dengan berbagai upaya. Seperti dengan berlatih soal numerasi matematika, pembiasaan literasi, dan quiz berbentuk permainan guna melatih kecepatan siswa dan memacu siswa untuk berperan aktif pada proses pembelajaran. Tak lupa juga peran guru yang sangat penting dalam proses ini. Guru perlu mengawasi dalam proses pembelajaran guna memperhatikan pemahaman siswa dan memberi evaluasi setiap selesai pembelajaran. Hal tersebut bertujuan untuk mengatasi dampak dari rendahnya literasi dan kurangnya pemikiran yang kritis. 



Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama